<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d960443916344578430\x26blogName\x3daltar+kontemplasi\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://shunacasana.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_GB\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://shunacasana.blogspot.com/\x26vt\x3d-312849070569611092', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Monday 8 December 2008

Pendidikan KITA-MOE-NYA

Potret dunia pendidikan di Indonesia saat ini memang jauh berbeda dengan beberapa tahun ke belakang. Sekarang ini dunia pendidikan semakin berkembang, baik dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya. Dari segi kuantitasnya dapat dilihat dari banyaknya sekolah dan lembaga pendidikan lain yang didirikan di berbagai wilayah, terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya. Meningkatnya jumlah sekolah dan lembaga pendidikan ini juga diikuti dengan peningkatan dalam mutu pengajaran yang diterapkannya. Misalnya, beragamnya kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan di sekolah-sekolah. Mulai dari bidang seni, sastra, olah raga, sampai kerohanian. Selain itu, penambahan materi pelajaran yang berkaitan dengan era globalisasi juga turut diajarkan di berbagai sekolah. Misalnya, keterampilan yang berkaitan dengan komputer dan teknologi. Bahkan di beberapa sekolah, pengenalan komputer dan bahasa Inggris sudah dimulai sejak siswa duduk di bangku Sekolah Dasar.

Dengan semakin banyaknya materi pelajaran yang diberikan di sekolah, kualitas siswa pun mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari nilai hasil EBTANAS yang rata-rata mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Setiap sekolah berlomba-lomba untuk menentukan standar nilai minimum bagi para siswanya. Selain itu, metode pengajaran yang mengijinkan seorang siswa untuk naik kelas lebih cepat (karena faktor prestasi) juga semakin banyak diikuti. Sehingga banyak siswa yang mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari jenjang pendidikan yang semestinya diikuti oleh usianya.

Di lain sisi, semakin banyaknya sekolah dan lembaga pendidikan tersebut ternyata tidak menambah kesempatan bersekolah bagi sebagian orang. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya pendidikan di sekolah-sekolah tersebut. Seperti kita ketahui, sebelum adanya sekolah-sekolah tersebut, angka putus sekolah di Indonesia yang disebabkan karena faktor biaya sudah cukup memprihatinkan. Meskipun banyak sekolah yang menawarkan beasiswa, namun jumlahnya tidak banyak membantu mengingat sering adanya biaya tambahan yang harus dibayarkan siswa disamping uang sekolah. Sekarang ini, untuk bersekolah di tempat yang kualitasnya seperti digambarkan di atas butuh biaya yang tidak bisa dibilang murah. Fasilitas-fasilitas yang ditawarkan sekolah-sekolah tersebut harus dibayar dengan bayaran yang berkali-kali lipat dari bayaran sekolah biasa. Tenaga pengajar yang ada di sekolah-sekolah tersebut pun tidak sembarangan. Mereka dituntut untuk memiliki keahlian yang lebih dari tenaga pengajar di sekolah biasa. Karena memiliki keahlian lebih inilah, gaji mereka pun lebih tinggi dari gaji tenaga pengajar di sekolah lainnya. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan biaya sekolah di tempat-tempat seperti ini mahal.

Maka tidak mengherankan jika yang terjadi adalah gap antara siswa dengan ekonomi menengah ke bawah dan siswa yang berasal dari tingkat ekonomi atas. Bersekolah di sekolah modern seperti yang digambarkan di atas menjadi suatu kebanggaan yang dapat meningkatkan prestige di bidang ekonomi. Akhirnya, sekolah-sekolah tersebut dipandang sebagai sebuah organisasi yang mengelompokkan siswa-siswanya berdasarkan tingkat ekonomi. Walaupun tidak semua siswa yang bersekolah di sekolah-sekolah modern tersebut hanya mengandalkan uang.

Sementara itu, bagi siswa yang ekonominya tidak mampu menjangkau biaya pendidikan untuk sekolah-sekolah modern tadi, tidak ada pilihan bagi mereka kecuali untuk bersekolah di sekolah biasa (sekolah negeri) yang biayanya lebih murah. Namun, kualitas yang didapatkan tentunya berbeda. Misalnya, karena gaji yang kecil, seorang guru di sekolah negeri merasa enggan untuk melaksanakan pekerjaannya dengan optimal dan lebih memusatkan waktu luangnya untuk mencari penghasilan tambahan. Sehingga waktu yang seharusnya dapat digunakan guru untuk mengadakan pendekatan yang lebih intensif dengan siswa-siswanya menjadi tergantikan.

Jika kita lihat negara lain, ada beberapa negara yang pemerintahnya benar-benar menaruh perhatian besar terhadap dunia pendidikan. Misalnya, Syria. Di negara ini, kesempatan bersekolah sangat besar, bahkan ada sekolah yang tidak memungut biaya pendidikan. Tidak hanya untuk penduduk Syria, tetapi juga untuk siswa dari negara lain yang berminat untuk belajar di Syria. Warga Syria benar-benar menghargai arti sebuah pendidikan. Oleh karena itu, mereka mengupayakan berbagai kemudahan agar setiap orang dapat memperolehnya. Selain Syria, negara lain yang memberikan fasilitas pendidikan dengan mudah misalnya Mesir. Seperti kita ketahui, di negara ini terdapat universitas Islam terbesar yaitu Al Azhar. Pemerintah Mesir membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi siswa yang ingin bersekolah disini, yaitu melalui program beasiswa.

Ulasan mengenai dunia pendidikan di dua negara tersebut tidak lain sekedar memberikan gambaran. Baik Syria maupun Mesir bukanlah tergolong negara kaya di dunia. Namun, sikap dan perhatian mereka terhadap dunia pendidikan kiranya dapat dijadikan perbandingan dengan negara Indonesia yang masih kurang memfokuskan perhatian terhadap pendidikannya (pemerintah Indonesia mengalokasikan kurang dari 10% dari anggaran negara untuk pendidikan, sedangkan Malaysia mengalokasikan sebanyak 25% dan Thailand lebih banyak lagi).

Di tengah situasi pendidikan seperti ini, ternyata masih ada yang peduli dengan dunia pendidikan negara kita. Sebagai contoh, adanya sekolah gratis atau yang lebih dikenal dengan sekolah rakyat. Sekolah rakyat ini didirikan swadaya oleh orang-orang yang peduli pada dunia pendidikan, terlepas apakah background mereka pendidikan atau tidak. Kebanyakan kegiatan mereka bermula dari mengajar anak-anak dari keluarga tidak mampu di sekitar tempat tinggal mereka. Tenaga pengajar yang ada pun terbatas hanya berasal dari lingkungan pergaulan dan sifatnya tidak tetap. Siapa yang memiliki waktu luang, maka dia yang akan mengajar. Lama-kelamaan, jumlah siswa yang diajarkan kian bertambah. Banyak anak jalanan yang putus sekolah tertarik mengikuti sekolah ini. Akhirnya mereka mulai menambah tenaga pengajar dan menggalang dana dari para donatur. Walaupun ada juga yang cukup puas dengan ruang lingkup pengajaran yang kecil.

Alangkah baiknya jika langkah tenaga-tenaga pengajar mulia ini banyak diikuti jejaknya oleh pejabat-pejabat di pusat pendidikan. Paling tidak pejabat-pejabat tersebut berupaya untuk menekan biaya pendidikan yang harus dibayarkan siswa dan memaksimalkan fasilitas pendidikan yang dapat diperoleh siswa. Dengan begitu, apa yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi "Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran" dapat terwujud. Akhirnya, menjadi pintar bukan hanya hak orang kaya, pendidikan bukan hanya milik golongan tertentu seperti yang terjadi pada jaman penjajahan. Pendidikan adalah untuk semua. Pendidikan adalah masa depan bangsa. Masa depan negara ini ada di tangan generasi kita.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Site Meter